Namanya Robiatun Adawiyah. Orang biasa memanggil Robiatun. Ada juga yang memanggil Adawi. Kedua panggilan tetap ia sukai. Anak bungsu 9 bersaudara dari Lombok. Ia masuk ke UIN Maliki Malang mengambil  Jurusan S1 Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi. Sekilas nampak tidak ada yang istimewa, sama seperti mahasiswa lainnya. Ia bukan berasal dari latar belakang pendidikan pondok pesantren, hanya mengenyam pendidikan madrasah aliyah. Lulus tepat tujuh semester dengan IPK 3,94 dan berhasil menghafal 28 juz al-Quran. Ia menjadi lulusan terbaik UIN Maliki Malang pada periode I 2018.

Tahun pertama ia tinggal di Ma’had, seperti mahasiswa lainnya. Hampir tiap hari ia mendengar lantunan ayat al-Quran yang dihafal oleh mahasiswa kelas tingkatnya. Ngapain cape-cape menghafal al-Quran?, gumamnya. Rasa penasaran mendorong jemarinya membuka wikileaks. Ternyata, banyak sekali manfaatnya. Yang paling berkesan adalah penghafal al-Quran akan memberikan mahkota bertahta berlian-permata kepada kedua orang tuanya di akherat nanti. Motivasi inilah yang mendorongnya untuk meraih mahkota itu.

Untuk mewujudkannya memang tidak mudah. Akhir semester dua mahasiswa tingkat awal, harus keluar dari Ma’had. Harus punya strategi untuk tinggal di lingkungan yang kondusif, agar impiannya terwujud. Rumah tahfidz al-Quran asuhan Ust Yusuf Mansur dianggap tempat yang cocok. Tapi, untuk bisa tinggal di rumah itu harus hafal minimal 5 juz al-Quran. Segera ia masuk Hai’ah Tahfidul Quran (HTQ), kumpulan mahasiswa penghafal al-Quran di UIN.

Dalam seminggu, ia wajib setor hafalan al-Quran seperempat juz. Berarti sebulan harus bisa menghafal satu juz. Sebab, jika tiga bulan tidak bisa mejalankan kewajibannya harus keluar dari rumah tahfidz. Menjelang shalat ashar sampai waktu shalat isya dan selepas shalat tahajud hingga masuk kuliah, ia gunakan untuk menghafal al-Quran. Senin hingga Jumat adalah waktu spesial untuk menghafal, tidak bisa diganggu gugat. Khusus Sabtu dan Minggu ia gunakan untuk mencuci baju dan keperluan lainnya. Aktifitas ini ia jalankan secara konsisten. Saat muncul rasa malas, segera menelpon orang tuanya. Cukup mendengar suaranya, iapun bersemangat kembali untuk menghafal.

Menurutnya, yang paling sulit dalam menghafal adalah membagi waktu. Organisasi di kampus menuntut ada kepanitian, membuat lelah dan cape. Hingga menyita waktu untuk menghafal. Yang membuat tetap semangat adalah orang tuanya yang kini menginjak 73 tahun. Pensiunan guru agama SD di Lombok. Mahkota itulah yang akan ia serahkan kelak pada kedua orang tuanya.

Pada akhir semester 2, ia mendapat penghargaan dari HTQ dengan kategori santriwati tervaforit dan paling semangat dalam menghafal al-Quran. Ia juga mendapat predikat santriwati teladan se Mabna. Alhamdulillah, pertamakali mendapat penghargaan di UIN dengan hadiah piala, piagam, uang saku, dan surban. He… lumayaaan.

Nilai mata kuliahnya juga tidak mengecewakan. Waktu luang, ia sempatkan melihat dan mendengar mata kuliah yang akan diajarkan melalui video di youtube, sesuai silabi-nya. Sebelum masuk kelas, gambaran materi kuliah sudah ia serap minimal 50 %. Sedangkan materi yang belum dipahami, ditanyakan ke dosen dalam kelas. Keluar dari kelas, 100 % materi kuliah sudah bisa diserap.

Belajarnya dengan system mundur, dari bab terakhir hingga awal. Kekuatan pendengaran dan daya ingat membantunya dalam menyerap materi kuliah. Ia mendapat beasiswa dari UIN dan rumah tahfizd.

Ia termasuk mahasiswa yang aktif. Tugas kelompok sering ia kerjakan sendiri, walaupun mepet-mepet waktunya. Perpustakaan adalah tempat yang paling ia sukai untuk mencari teori, fenomena, studi kasus, dan literasi lainnya. Tugas mata kuliah tidak pernah mengambil dari internet, alias download. Buku dan materi yang diajarkan dikelas menjadi rujukan utama. Tidak cukup aktif di HTQ, ia pun masuk TOT el-Dinar dan SESCOM FE UIN. Pada 2016 sempat meraih juara harapan pertama se-Indonesia lomba debat ekonomi Islam di UNY Jogjakarta.

Pacaran? No way. Pacaran hanya akan menggangu kuliah. Konsentrasi pasti akan terganggu. Apalagi ia sering melihat anak yang bertengkar gara-gara pacaran. Memang keliatannya enak kalo pacaran, selalu ada yang nemanin. Tapi banyak gak enaknya, kayaknya harus terikat bener dan banyak maksiatnya. Saat ngiri sama mahasiswa yang pacaran, ia buka video Salim A Fillah. Videonya sering membahas pergaulan dan topik menarik seperti; cinta bermakna ibadah, sibuk untuk Allah, tamparan hati, agar bidadari cemburu padamu, dan lain-lain. Ia juga Sering membuka video tentang Habibie, Anis Basweden, Yusuf Mansur, dan tokoh lain yang berpengaruh. Sehingga wawasan jadi luas. jadi tahu, pacaran gak boleh, jodo sudah ditentukan oleh Allah. Jika ingin dapat pasangan yang baik, maka kita harus baik. Itu janji Allah, katanya.

Tanggal 28 Februari kemarin, ia menikah dengan pemuda asal Malaysia lulusan PTIQ Jakarta, Ahmad Ahzan Hafzdi. Ahmad Ahzan Hafzdi sudah hafal al-Quran 30 juz sejak SMP yang ia tempuh di Lombok. Ahmad Ahzan mendapat pelajaran agama Islam saat kelas 2 SD yang diampu oleh bapaknya Adawi, guru agama di SD Lombok. Tapi ia gak pernah pacaran, ketemu saja gak pernah. Ahzan langsung melamar datang menemui orang tuanya di Lombok.

Rencana berikutnya, ia akan tinggal di Malaysia. Akan melanjutkan kuliah S2 di Malaysia dan akan mencoba membuat pondok dengan mengadopsi dari model menghafal di HTQ UIN, Rumah Tahfizd al-Quran, dan PTIQ. Ia akan mencoba peruntungan melalui entrepreneur, bisnis. Membuka rumah makan di Malaysia.

“Bersungguh-sungguhlah dalam kuliah. Kalo nilaianya bagus orang tua akan bahagia. Jangan suka bolos kuliah. Rasanya kok berdosa, orang tua susah-susah cari uang untuk bayar kuliah, eh ternyata di sini gak serius kuliah dan suka mbolos”, pesan pada mahasiswa adik kelasnya.

Selamat, moga cita-citanya bisa diwujudkan. Buka pondok pesantren tahfidz dan rumah makan “Soto Lombok” di Malaysia. (us).