Desa dunia, sebuah istilah yang dianggap cukup tepat untuk menggambarkan mudahnya memasuki dunia dengan segala perniknya. Melalui kemajuan teknologi, dunia seolah telah mengecil menjadi sebuah desa. Mengakses sumberdaya ekonomi dan peradaban lintas negara semudah membalikan telapak tangan. Pengaruh globalisasi sulit untuk dihindari.
“Globalisasi tidak terjadi secara kebetulan. Globalisasi sengaja diciptakan oleh negara-negara besar dengan tujuan untuk menguasai sumberdaya ekonomi di negara berkembang, yang potensinya lebih dari 43 % kebutuhan dunia” demikian dijelaskan oleh Dr. Sulaiman Hasan Sulaiman dari Libiya. “Lebih dari 80 % (US $ 1.877 miliar) asset keuangan Islam global terkonsentrasi di 10 negara dengan ketergantungan pada minyak. Disisi lain, berbagai konflik muncul dengan ragam latar belakang. Termasuk diantaranya adalah konflik lintas peradaban. Inilah yang mendasari pentingnya studi cross-culture manajemen” kata Profesor Dr. Ullrich Guenther dari Jerman, dalam Seminar Internasional Economi and Bisnis Islam di UIN Malang kemarin (14-15/9).
Fakultas Ekonomi UIN Malang, mengadakan seminar internasional ekonomi dan bisnis Islam pada tahun yang ke lima kali ini mengambil tema “Strengthening Global Islamic Financial Institutions through Cross-Cultural Management“ dengan pembicara Profesor Ullrich dari Jerman dan Dr. Sulaiman Hasan dari Libiya. Lebih dari 400 peserta hadir mengikuti seminar internasional yang dibuka oleh wakil rektor 1, Dr. M. Zainuddin, di Gedung Rektorat UIN Malang.
Menurut Sulaiman Hasan, negara besar seperti AS telah dibajak oleh Yahudi untuk menjaga berbagai kepentingannya dalam menguasai sumberdaya alam di dunia. Konon, menurutnya, landasan teologi yang digunakan oleh Yahudi adalah kitabnya yang menjelaskan bahwa bangsa Yahudi diciptakan untuk menguasai dunia. Sehingga, selain bangsa Yahudi boleh dijadikan budak bagi kepentingannya. Wajar jika mereka tidak merasa berdosa ketika melakukan perbuatan keji, melakukan pengrusakan, dan mengeksploitasi sumberdaya alam pada negara lain. Termasuk yang tidak kalah bahayanya adalah melakukan transfer peradaban yang bersifat merusak, hedonis, dan banyak menimbulkan berbagai krisis.
Lebih lanjut Sulaiman menjelaskan, Islam hadir dengan membawa syariat yang diturunkan untuk semua manusia. Sistem ekonominya penuh rahmat dengan prinsip keadilan dan keselamatan untuk menopang kebutuhan umat manusia, menjaga kemaslahatan, menyejahterakan, dan mengatur hubungan antara negara melalui kerjasama yang setara. Contoh kecil dalam aktifitas ekonomi adalah Islam menghapus transaksi ribawi.
Untuk menghadang laju negara besar dalam mengeksploitasi sumberdaya alam dan penyebaran budaya yang merusak pada negara-negara berkembang, Sulaiman Hasan menawarkan beberapa solusi. Diantaranya adalah, agar berpegang teguh pada agama Allah, persatuan negara-negara Islam, melakukan berbagai investasi, perbaikan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi, merubah budaya konsumtif menjadi produktif, berusaha menguasai industry besar dalam negeri, dan mengembalikan mata uang kertas subsitusi yang di-backup dengan emas. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah, harus memiliki komitmen untuk membangun dan memajukan ekonomi dalam negeri, kata Sulaiman menjelaskan.
Berbeda dengan pandangan Prof. Ullrich. Dalam globalisasi, kerjasama lintas budaya adalah sebuah keniscayaan. Namun harus memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah terkait dengan kepemimpinan, perencanaan yang matang, orientasi strategis, penguasaan komunikasi, inovasi, pengendalian dan penguasaan manajemen konflik, dan membangun kepercayaan dunia.
Prof. Ullrich menawarkan solusi praktis diantaraanya adalah sinergi dan kolaborasi dalam penyelesaian masalah/konflik, melakukan analisis yang mendalam terkait penyebab masalah, dan solusi yang ditawarkan harus berdasarkan kajian dari tenaga ahli. Pada ranah personal harus dimulai dari membangun kesadaran budaya dan perilaku kerja, jelas Prof. Ullrich. Selamat bekerja dan sukses bagi manajemen baru FE UIN. (us).